SERETNYA DANA UKM FISIP

Beberapa waktu lalu, Pihak dekanat terutama bagian kemahasiswaan melakukan sosialisasi tentang dana UKM yang berasal dari DIKTI. Sosialisasi program bantuan dana ormawa ini dipimpin oleh Drs Sutrisno, M.Si selaku Pembantu Dekan III yang di dampingi oleh bapak Fatahillah sebagai Ketua Tata Usaha (KTU) dan Choirul Anam, Kepala Sub Bagian Kemahasiswaan (Kasubmawa),  yang bertindak sebagai pembawa acara. Acara tersebut diikuti oleh 18 wakil UKM, 5 Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan 1 embrio UKM (Futsal).( Kamis, 11 Maret 2010)

Pembahasan inti ditekankan pada sosialisasi dana UKM yang berasal dari DIKTI antara lain tentang mekanisme pengajuan proposal kegiatan, penilaian proposal, sampai pada format proposal yang akan diajukan. Hal tersebut disampaikan secara gamblang oleh Pembantu Dekan III dengan menggunakan in focus.

Hal lain yang disampaikan adalah mengenai pembuatan lapanga basket yang akan segera terealisasi. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak Fatahilah selaku KTU. “Ini rencanannya akan dibangun lapangan basket, tempatnya ada di depannya wall climbing milik mapalus, peresmian akan dilakukan serentak bersamaan dengan wall climbing juga”.

Acara yang berlangsung selama hampir tiga jam tersebut membahas berbagai hal tentang permasalahanyang dihadapi oleh kawan-kawan, baik dari UKM maupun dari HMJ. Seretnya dana yang selama ini terjadi tak luput dari pengamatan kawan-kawan Ormawa. Dana yang telah disetujui untuk kegiatan sampai saat ini belum turun. Seretnya dana kembali diakui oleh pihak dekanat. Selam tiga bulan ini dana tidak turun, sama seperti fakultas-fakultas lain yang ada di Unej. “Baru tahun ini ada keterlambatan dana sampai tiga bulan” kata Bapak Fatahilah menerangkan.

Hal tersebut juga dialami oleh LPM PRIMA. Dana DJTL yang pernah disetujui sebesar 300.000 sampai saat ini belum bisa cair. Alasan yang diungkapkan hampir sama yakni kondisi keuangan yang memang seret dari pusat.

Selain itu, beberapa kebijakan baru juga disampaikan antara lain pengajuan beasiswa yang saat ini harus melalui pihak Jurusan yakni mendapat persetujuan dari ketua jurusan. Format pengajuan telah disediakan oleh pihak kemahasiswaan.

Kebijakan yang lain yang sempat terlontar dalam diskusi tersebut adalah tentang penggabungan UKM yakni sepak bola, bulutangkis, bola voli dan tenis. “Rencana kedepannya, ada beberapa UKM yang akan digabung nantinya seperti UKM sepak bola, bulu tangkis, tenis dan bola voli, namun in masih sebatas wacana” kata Bapak Fatahilah menjelaskan. Anehnya kenapa futsal justru menjadi embrio UKM baru, kenapa tidak masuk dalam gabungan UKM tersebut?. Bapak Sutrisno selaku PD III sepertinya enggan untuk membicarakan hal tersebut karena memang masih sebatas wacana saja. “Ini masih sebatas wacana, kita masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memutuskan hal tersebut” tandasnya.

Terkait dengan kebijakan baru yang dikeluarkan, di fisip saat ini memiliki Profis (Protokol Fisip) yang saat ini sudah menjadi UKM. Di tempat tersebut tampak beberapa anggota Profis. Merekapun mengajukan permintaan sekretariat baru guna kelancaran koordinasi antar anggota. Beberapa yang lain mengusulkan pula agar Profis dan UKM-UKM yang lain bisa masuk dalam situs webnya Fisip yang memang selama ini tidak begitu dimaksimalkan penggunaannya.

Terkait dengan hal tersebut, Himpunan Mahasiswa Jurusan juga telah memiliki sekretariat baru. Sekretariat bersama dalam waktu dekat akan dirombak menjadi sekretariat HMJ yang akan dibagi per jurusan. Setiap jurusan akan menadapat  satu tempat kerja. Pembagiannya melalui gambling dengan mengambil lot nomor urut. Walaupun telah dipasang spanduk terkait dengan penempatan HMJ di seretariat bersama, tempat tersebut saat ini masih belum tertata dengan rapi.

Beberapa kritikan juga muncul terkait dengan tata letak dan kebersihan UKM yang ada di Fisip. Ketidak rapian membuat pihak dekanat, yang beberapa waktu lalu melakukan sidak, memberikan himbauan agar sekretariat yang ditempati UKM-UKM untuk dibersihkan sehingga tampak rapi dari luar. Brand image yang akan dibangun Unej menjadi salah satu alasan kenapa teguran demi teguran seringkali ditujukan kepada penghuni sekretariat.

Hal lain yan sempat terlontar terkait dengan kebersihan UKM adalah peringatan adanya mahasiswa yang menginap di sekretariat. Ketakutan yang selama ini dilontarkan oleh pihak dekanat adalah adanya tindakan asusila yang dilakukan di sekretariat. Hal tersebut seperti yang beberapa waktu lalu sempat terjadi di MIPA tentang mahasiswa yang melakukan tindakan asusila di sekretariat UKM.

Beberapa sanggahan tentang hal tersebut terlontar dari pihak MAPALUS, barang-barang elektronik yang ditempatkan di sekret (sebutan sekretariat) harus dijaga. Seperti televisi, komputer dan beberapa barang elektronik lainya yang digunakan untuk kepentingan organisasi. Hal tersebut kemudian yang menjadi alasan mengapa beberapa mahasiswa memang sengaja menempati sekret sampai larut malam dan tak jarang beberapa diantaranya menginap.

Sosialisasi yang berlangsung di ruang sidang tersebut berakhir pukul 11.00. semoga kebijakan baru yang telah ditetapkan mampu membuat Fisip menjadi lebih baik. Komunikasi dua arah yang dilakukan oleh pihak dekanat dengan mahasiswa sudah sepatutnya terjadi guna saling memberikan masukan serta saling mengawasi agar tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan.[]

AKHIRNYA TEMBOK ITU JEBOL

Pintu belakang FISIP kembali dibuka, kalau tidak mau dibilang dibobol. Selasa (16/03/10), waktu setempat pintu belakang FISIP yang menghubungkan dengan masyarakat  jawa 7 berlubang. Entah kapan lubang itu mulai dibuat dan oleh siapa. Besar lubang tersebut dillihat dari ukurannya mampu menampung badan pria ukuran dewasa.

Pintu tersebut seperti diakui oleh Pembantu Dekan III ditutup karena alasan keamanan. “pintu itu diputuskan untuk ditutup karena memang tidak ada penjaganya” terangnya disela-sela sosialisasi dana UKM (11/03/10)setelah salah satu wakil dari HMJ menanyakan perihal penutupan pintu belakang Fisip yang memberikan akses warung makanan milik masyarakat sekitar. Selama ini Fisip memang tidak lagi memiliki kantin. Kantin yang dulunya sempat ditempati, kembali mangkrak karena waktu sewa yang telah habis.

Untuk rencana kedepannya, kantin mahasiswa akan dibangun kembali dalam waktu dekat. Perihal siapa yang akan berjualan di kantin tersebut, bapak Fatahilah selaku Ketua Tata Usaha menjelaskan bahwa akan ada prioritas untuk mentenderkan kantin tersebut kepada mahasiswa. Hal tersebut sesuai dengan keinginan Dekan FISIP bapak Hari Yuswadi agar kantin tersebut ditenderkan kepada mahasiswa terutama mereka yang berasal dari luar kota atau luar pulau. “Bapak dekan meminta untuk memprioritaskan mahasiswa agar mengisi kantin nantinya terutama yang berasal dari luar kota atau luar pulau” jelasnya saat menyambung penjelasan bapak Sutrisno selaku PD III saat penyampaian sosialisasi dana UKM.

Area kantin mahasiswa nantinya akan dilengkapi dengan fasilitas wifi. Pernyataan tersebut disampaikan oleh bapak Sutrisno yang telah melakukan survey di salah satu universitas terkemuka di Bandung terkait dengan kantin mahasiswa. “kalo di Bandung itu kemarin saya lihat, mahasiswa yang selesai kuliah tidak langsung pulang, tapi mereka diskusi di kantin semacam pujasera begitu dengan dilengkapi fasilitas wifi. Rencananya, di Fisip nanti juga akan ada seperti itu”. Terangnya menambahkan.

Project jangka pendek infrastruktur Fisip ini kemudian masih perlu dipertanyakan kembali implementasinya. Di saat dana seret yang juga diakui oleh pihak dekanat, perbaikan demi perbaikan di Fisip akan terus dilakuikan. Penutupan pintu belakang fisip yang menghubungkan akses warung makanan milik warga setempat juga sempat menimbulkan pertanyaan besar di benak kawan-kawan mahasiswa. Bahkan sudah banyak yang meminta untuk membuka pintu tersebut karena memang semenjak ditutup, mahasiswa Fisip kerepotan untuk sekedar mencari makan di sela-sela menunggu jam masuk perkuliahan. Atau bahkan hal yang selama ini mungkin tidak disadari oleh sebagian besar mahasiswa yakni budaya kritis yang tercipta dalam sebuah diskusi di sebuah kantin atau warung yang saat ini tidak lagi terlihat.

Menanggapi tulisan kawan saya di Koran Tembel Prima edisi ketiga terkait dengan penutupan pintu belakang Fisip, memang perlu banyak koreksi terhadap kebijakan yang selama ini dikeluarkan. Jika masalah keamanan adalah alasan yang paling mendasar untuk melakukan penutupan pintu belakang, sedangkan mahasiswa sangat kesulitan dengan adanya penutupan tersebut, tidakkah lebih bijak sambil menunggu terbentuknya kantin mahasiswa yang baru, pintu tersebut tetap dibuka dengan menambahkan pengawas baru.

Penjebolan pintu belakang tersebut  tidaklah tanpa alasan. Kondisi yang mengharuskan mahasiswa untuk melakukan perlawanan dengana cara membuka kembali pintu balakang Fisip membuktikan bahwa selama ini aspirasi yang telah dibangun dan disampaikan tidak mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang dikeluarkan. Berbagai pihak banyak yang kontra dengan kebijakan penutupan tersebut. Masalah sosial pun tak jarang diusung untuk sekedar memperkuat argument bahwa tak seharusnya pintu tersebut ditutup. Warung yang dikelola masyarakat sekitar jawa 7 juga memiliki hak untuk mengakses rezeki dari mahasiswa. Parahnya lagi hal tersebut seperti tidak pernah didengar atau bahkan terdengar oleh pemangku kebijakan di Fisip. []

Logo Universitas Jember Diambang Perubahan

 

‘Jas merah’, jangan sekali kali melupakan sejarah. Jargon Proklamator Indonesia tersebut nampaknya perlu difahami secara menyeluruh. Kata itu mungkin yang seharusnya menjadi landasan sebuah perubahan yang pada akhirnya dilakukan. Perubahan yang terjadi seharusnya tidak bisa begitu saja diputuskan karena sudah bisa dipastikan ada nilai sejarah di dalamnya. Pertimbangan  tidak hanya sebatas akan perlunya perubahan tetapi perlu dikaji hal-hal yang mendasari perubahan. Dan bukan hanya sebatas mengukuhkan asumsi bahwa ‘segala sesuatunya pasti akan berubah, yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri’.

Proses adanya sebuah perubahan saat ini sedang dialami oleh Universitas Jmeber. Perubahan tersebut terkait dengan adanya wacana pergantian logo Unej. Seperti yang kita ketahui bersama, Unej menggunakan daun tembakau sebagai salah satu simbol dalam logo tersebut. Pelemparan wacana ke publik pertama kali dilakukan pada Oktober 2009 dalam sebuah acara sarasehan bertajuk ‘Menggagas perubahan nama dan logo Universitas Jember’. Acara tersebut dihadiri oleh alumni-alumni Unej, sesepuh, serta para birokrat kampus. Pelemparan wacana ini memunculkan berbagai pendapat baik pro maupun kontra.

Dalam acara yang menghadirkan Prof. Kabul dan Ayu Sutarto sebagai pembicara tersebut, juga dilakukan serap aspirasi. Dari berbagai pendapat yang masuk, mayoritas berpendapat setuju akan pergantian logo Unej. Hal tersebut seperti diungkapkan Pembantu Rektor (PD) III bapak Andang Subaharianto yang kami temui di ruang kerjanya sore itu (09/11/09)“…kalau melihat ‘nada-nadanya’, yang berbicara baik secara langsung maupun melalui tulisan, ada satu kecenderungan dari forum bahwa banyak yang membayangkan bahwa logo itu perlu dikaji ulang, Cuma kalau terkait dengan nama, banyak yang tidak setuju”. Namun kemudian beliau menambahkan bahwa sarasehan ini baru menjadi awal pelemparan wacana. “Kita tidak ingin melakukan perubahan secara tergesa-gesa tanpa suatu pikiran yang matang, untuk itu selanjutnya akan dilakukan agenda-agenda sarasehan lain untuk mematangkan konsep perubahan logo ini” tambahnya.

 

Isu kesehatan

Hal yang sering muncul sebagai dasar perubahan logo Unej salah satunya adalah tentang isu kesehatan baik secara nasional maupun internasional. Isu nasional yang berkembang saat ini terkait dengan bahaya merokok sampai pada ditetapkannya Peraturan Daerah di sejumlah daerah di Indonesia tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Surabya menjadi salah satu kota yang telah meberlakukan Perda tersebut. Sedangkan dalam taraf internasional, kampanye anti rokok juga sangat mengemuka. Seperti yang disampaikan PR III yang mengaitkan isu kesehatan tersebut dengan keberadaan beberapa fakultas kesehatan yang ada di Universitas Jember “…sekarang Unej sudah berkembang sedemikian rupa dan dari segi ilmu sudah sangat beragam seperti fakultas-fakultas ilmu kesehatan…, sehingga ada orang yang berpikiran bahwa sudah saatnya kita perlu melakukan semacam kaji ulang, kemungkinan bahwa logo itu dilakukan sebuah perubahan” tandasnya.

            Perkembangan yang terjadi dari masa ke masa baik secara fisik maupun perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada menciptakan sebuah konsekuensi logis. Efek dari perubahan kondisi yang terjadi di Unej yakni dengan bertambahnya jumlah fakultas yang beberapa diantaranya di bidang kesehatan, menciptakan sebuah konsekuensi akan dirubahnya logo Unej yang dirasa tidak lagi mampu merepresentasikan kondisi Unej secara khusus dan Jember dalam tataran yang lebih luas. Isu-isu yang berkembang baik tataran nasional maupun internasional juga memberikan andil akan pertimbangan perubahan logo Unej.

 

Perubahan Logo Akan Dilombakan

            Kecenderungan akan dirubahnya logo Unej seperti hasil serap aspirasi dalam acara sarasehan tersebut di atas, memberikan sebuah isu baru terkait dengan teknis perubahan logo yang akan dilakukan nantinya jika perubahan logo ini sudah disetujui. Secara teknis, perubahan logo Unej pada akhirnya nanti akan dilombakan. Perlombaan ini dirasa lebih mampu menekan dana yang akan dikeluarkan. Hal tersebut seperti diungkapkan kembali oleh PR III “banyak yang usul itu dilombakan… tapi ada juga yang usul mencari perusahaan yang jago membuat logo… katanya kalau dilombakan biayanya lebih murah hehe…, kan tinggal memberi hadiah pada pemenang” tutur Pak Andang sambil sedikit bergurau.

            Banyak hal yang perlu dicermati dalam setiap perubahan. ‘Jas merah’ di atas sudah selayaknya menjadi pertimbangan tersendiri dalam sebuah perubahan. Pun dengan perubahan logo Unej. Apapun dan bagaimanapun proses perubahan yang terjadi nantinya sejarah yang melatarbelakanginya harus tetap dipertahankan.[]

 

SURGA ITU, ADA DI MERU BETIRI

 

Siang itu cukup panas (18/10/09). Serasa matahari menjadi mesin oven, dan manusia ibarat kue yang cukup beberapa menit saja untuk menanakkannya. Setiba ngopi di mak, di pedalaman Jl. Jawa 4 Jember, saya dan kawan karib saya Chus, tiba-tiba terbesit rencana lama yang belum terealisasi. Sekitar adzan dhuhur, kesepakatan itu terjadi. Kesepakatan bersafari ke Taman Nasional Meru Betiri, Tidak asingnya disebut Bande Alit, tempat konservasi sumber daya alam. Tempat perlindungan berbagai jenis tanaman dan hewan-hewan langka. Seperti banteng, harimau, babi hutan, rusa. Dan tempat dimana keindahan itu berada.

“Tapi sebelum brangkat, tak selesaikan Undangan tentir dulu yo”. Ungkapku menyetujui.

Setelah istirahat sebentar dari obrolan ngopi, kami langsung pergi ke Prima, dalam waktu cukup singkat, undangan belajar bareng UTS (Ujian Tengah Semester) selesai di Print. Sudah biasa ketika ujian akan datang, bersama kawan-kawan melakukan rutinitas untuk belajar bareng, dengan harapan saat Ujian kita mampu mengerjakan soal-soal dosen yang cenderung teks book.

“Cukup 50 ribu berdua”?.  tanya Chus  setelah mengambil uang dari mesin duwek (ATM)

“Cukup, yang penting kita tidak banyak beli makan” terangku.

Melihat Jam ditanganku menunjukkan pukul 14.15 WIB, kami langsung meluncur. Dengan menyela-nyela ingatan arah jalan yang mulai memudar, kami cukup Optimis, mampu mencapai tujuan yang kami harapkan. “kan due lambe, kita nanti bisa tanya orang-orang di jalan, yang penting usaha dulu”. Celetukku.

Tiba memasukki gerbang Meru Betiri, saking semangatnya kami langsung nylonong saja, tidak menghiraukan pos petugas, yang menghimbau seluruh wisatawan, untuk lapor.

dek..dek..mau kemana”?. panggil petugas dengan kesal, melihat tingkah kami. “Lapor dulu dek, sebelum masuk, dan harus bayar karcis dulu” imbaunya.

Dengan sedikit malu, saya langsung meyodorkan uang lima ribuan “Oh…maaf Pak, kami kira bisa langsung masuk, kami mau mancing Pak”. Ungkapku dengan bumbu apologi.

“Hati-Hati dek ya!, soalnya kemarin (menjelang hari raya Idul Fitri) ada yang terseret ombak, dan kalau mancing sebelah timur saja ya, sebelah barat ombaknya besar”. Tambah Pak petugas. Mendengar itu, saya sedikit gusar untuk dekat-dekat pantai, maklum laut di Bande Alit, termasuk kawasan pantai selatan, yang langsung bersentuhan dengan samudra Hindia.

Setelah itu, langsung kami melanjutkan setengah perjalanan lagi, sebelum sampai di kawasan pantai Meru Betiri, sebelumnya kami harus melewati medan jalan yang membuat kami menghela nafas panjang. Hampir separuh perjalanan dari gerbang masuk, bebatuan terjal, cukup menghambat gelindingan ban motor butut kami. Tetapi terjalnya jalan itu, semakin meyakinkan kami bahwa Meru Betiri cukup alami dibandengkan kawasan hutan yang lain.

Disepanjang jalan, heterogenitas pohon-pohon besar, mengantarkan angin gunung yang siap menyapu keringat kami. Ah..segarnya, “Alam memang menawarkan segalanya” geliat otakku, yang sebelumnya jenuh dengan hiruk-pikuk kampus.

“Drul, photo Drul” seru Chus ingin mengabadikan perjalanannya dalam gambar. Disamping papan nama dibalik pagar hijau yang menginformasikan, bunga yang cukup terkenal “Raflesia”, atau bunga bangkai yang awal mula ditemukan di Kalimantan oleh orang Belanda “Raflesia Arnoldi”. Tetapi kami tidak sempat mengintip wajah bunga itu, tanjakkan tangga ditempat itu, namPaknya cukup memakan waktu panjang, sedangkan perjalanan kami masih panjang.

Jam 16.30 WIB, kami lapor ke pos kedua, mengisi buku laporan dan sedikit senyum cukup mengakrabkan kami dengan para petugas. “Dari mana mas, kesini dalam rangka apa”? tanya sama dengan petugas sebelumnya.

“Dari UNEJ Pak, mau mancing katanya disini ikannya besar-besar”. Jawab kami.

Pukul 16.40 WIB, akhirnya kami menaPakkan kaki kami, di salah satu ujung dunia “pantai Bande Alit”, pantai yang biasanya hanya bisa kita lihat di situs internet akan keindahannya. Luar bias, Nusantara, memang benar apa yang dituturkan baPak dan ibu guruku waktu SD, Indonesia indah kaya raya, membentang sepanjang khatulistiwa, ombak pantai selatan yang berdendang bersama nyanyian para nelayan. “Alam Indonesia adalah berkah Tuhan”. Jangankan dilaut, dijajaran terumbuh bakau saja, udang dan ikan keleleran, apalagi dilaut.

Ditemani camar, kami menyusuri pantai. Senja pun ikut menghias perjalanan kami, yang malu-malu sembunyi sedikit demi sedikit ke balik bukit. Sungguh lukisan alam itu begitu indah, mengalahkan nilai artistik wajah Monalisa. Namun, besarnya ombak terus mengingatkan kami tentang apa yang disampaikan para petugas, kami cukup memandangi tubuh mereka dari kejauhan saja. Kami hanya menyalamkan kaki kami, dengan putihnya kulit bui yang diantarkan ombak menepi.

Petang pun, mulai menyeruak. Pupil mata kami, semakin lebar, mencari dimana ada cahaya. Hanya ada satu cahaya ditengah-tengah laut, mungkin uplik para nelayan. Bintang sore yang menyapa kami pun beberapa saja.

Hening, tak seperti nuansa kota Jember yang dimandikan cahaya apalagi di alun-alun, cahayanya menantang langit, menyamarkan bintang kejora dari pandangan para penikmat kopi di depan kantor bupati.”Ayo kembali ke perkampungan, kita cari masjid dan tempat makan, untung-untung ada yang beri tumpangan bermalam,” Ajakku.

Saat lampu motor mulai menyala, kami sangat kaget, kami mendapati dua hewan besar bekejaran “Macan Drul!, ”. Sentak Chus. “Seng bener!,” Tandasku. Kami belum bisa memastikan aPakah itu benar sang raja hutan, cukup samar. “Badannya kekar, lehernya rata dengan kepalanya”. Terang Chus lagi.

Tidak mau mengambil resiko lebih besar, akhirnya Chus menawarkan ide “Jalannya mulus ga’, kalau iya, kita langsung ngebut saja,”. Tawar Chus. “Ya lumayan, ayo langsung saja, yang penting nanti bisa sampai perkampungan,”. Tegasku. Akhirnya kami pun terbirit-birit sambil deg-degan. Dan Alhamdulillah, kami sampai di perkampungan.

“Drul, ada kantor informasi, kita coba numpang situ” sahut Chus, ketika kami mendapati kantor polisi kehutanan.

Kami mendapati dua pria bercengkerama di ruang tamu kantor itu “Assalamu’alaikum, Pak kami kemalaman, numpang menginap bisa Pak,” Tanya kami dengan terbata-bata.

Mangga, dari mana,”?. Jawab polisi itu.

“Kampus Pak, FISIP UNEJ,?”. Jawab kami.

“Dari MAPALUS,”. Tambah baPak itu.

“Bukan Pak, kami bukan dari MAPALUS,”. Sahut kami. Sudah biasa Meru Betiri, sering dikunjungi para pecinta alam, khususnya mahasiswa dari UNEJ, yang aktif dalam organisasi pecinta alam. Seperti Mapalus (FISIP), Gemapita (FKIP), Bekisar (FE) yang diceritakan Pak Budi SP. Mereka kesana, biasanya untuk pelatihan ataupun penelitian tentang konservasi alam.

Dua lelaki itu, dilihat dari kerutan di keningnya bisa disimpulkan, sekitar berumur 60 tahun, namun segarnya angin gunung membuat mereka tamPak masih enerjik. Dengan senyum, mereka menyuruh kami untuk masuk ruang kerja mereka. Dalam celetuk hati, kami cukup bersyukur, dibekali ilmu public relation, walaupun baru bertemu beberapa menit, canda-gurau tak terelekkan lagi. Kami pun mengobrol panjang lebar dengan Pak Budi dan Paijan.

Sesaat setelah kami duduk di keramik putih itu, Pak Budi langsung memberikan pinutur kepada kami, “kalau jadi orang, ojo dumeh,”. Dia menceritakan kepada kami, tidak adanya tempat bagi tamu yang “Adigang-adigung-adiguno”, dalam artian tidak santun, sebelumnya kami tidak faham dengan apa yang dimaksud Pak Budi, kami kira kami terlalu sombong bagi mereka, tetapi setelah mendengarkan kelanjutan cerita Pak Budi dan diperbolehkannya kami menginap semalam, kami baru sadar, Pak Budi tidak berharap ketidak sopanan itu ada didiri kami. Sebab dulu ada beberapa mahasiswa tidak diperkenankan menginap, walaupun mereka jauh-jauh dari luar propinsi, karena membuat kotor dan tidak punya unggah-ungguh. Kami tidak tahu jelas, apa yang dilakukan para mahasiswa yang diceritakan Pak Budi, hingga mereka tidak mendapatkan bantuan menginap di pos informasi itu. Dan tidak mau seperti nasib para mahasiswa itu, kami mencoba bersikap sesopan mungkin, dengan harapan tidak menyinggung tuan rumah, maklum setiap individu dan masyarakat itu, mempunyai ukuran norma-norma tersendiri.

Perbincangan kami cukup panjang, apalagi dengan kedatangan Pak Budi SP (kepala lahan konservasi tersebut), namanya mirip ‘Budi’. Saat dia datang, perbincangan kami semakin menarik, apalagi ketika Pak Budi SP mencerikan tentang tanaman-tanaman obat yang ada di Meru Betiri. Menurut Pak Budi SP ada sekitar 500 jenis tanaman obat-obatan dari total sekitar 2000 tanaman yang ada di Indonesia. Selain itu Meru Betiri meruPakan salah satu lahan konservasi yang dijadikan percontohan, lahan-lahan konservasi diseluruh Indonesia.

Tidak hanya tentang alam, Pak Budi SP pun mengomentari pedas tentang sinetron yang ada di Indinesia “Saya itu tidak suka dengan Sinetron kebanyakan, kalau ceritanya tidak rebutan harta ya..rebutan gendaan (pacar), saya lebih suka film perang dek,”. Tuturnya.

Tetapi cerita yang paling menarik, tentang kelucuan “Gomblo” nama salah satu rusa yang dilindungi di wilayah tersebut, Pak Budi SP menceritakan bahwa kehidupan masyarakat disini (Meru Betiri), sudah menyatu dengan masyarakat, mereka akan marah kalau hewan-hewan yang ada di daerah itu di lukai apalagi dicuri. Seperti yang diungkapkan ibu Aminah, saat kami membeli mie goreng untuk makan malam “Jangan coba-coba mencuri apapun dari sini, kalau masih ingin kembali”. Masyarakat disana  namPaknya, sangat menyayangi hewan-hewan itu. Bahkan Gombloh, ketika mendekat ke pemukiman penduduk, masyarakat akan memberikan makanan yang mereka punya seperti nasi, buah dan lain-lain. Walaupun sebenarnya kondisi mereka bisa dibilang miskin, kalau dibandengkan dengan penduduk yang ada di wilayah Jember yang lain. Rumah mereka, masih terbuat dari bambu. listrik pun belum masuk, masih  menggunakan genset, itupun cuma sebentar, sekitar jam 18.00 WIB dan mati pukul 21.30 WIB. Pendapatan penduduknya saja, hanya Rp. 6.500, itu didapatkan dari kerja diperkebunan jam 07.00 WIB-12.00 WIB.

“Satu ilmu baru Drul” kata Chus. Tiba-tiba Pak Paijan mengajak kami berburu udang di muara, kami tidak menyangka, di air bening dan tenang itu, yang sore itu, kami gunakan untuk cuci muka. Ada udang yang besar-besar, gumanku “Seperti tambak di daerahku Gresik” perbedaannya, kalau di tambak udang-udang itu harus di pelihara diberi makan setiap hari, tetapi di muara itu, udang-udangnya berkembang dengan sendirinya, pokoknya tanaman bakau yang menghimpit muara itu tidak dirusak. Seperti di kebanyakan pantai-pantai yang aku temui, karang-karang dirusak, bakau-bakau digusur dijadikan  tempat wisata. Padahal telah dipahami bersama bahwa keberadaan bakau itu, sangat berarti bagi proses kehidupan ekosistem di pinggir laut.

Tidak ada satu jam, plastik yang dibawah Pak Paijan dari tempat kerjanya, sudah berisi banyak udang “Kok jarang ya..,mungkin karena air pasang”. Ujar Pak Paijan, yang keheranan. Air muara itu setinggi lutut, hanya berbekal lampu senter, udang-udang itu dengan mudah kami temukan, matanya yang merah tamPak semakin menyala kala cahaya senter itu diarahkan ke tubuh mereka, dan dengan sendirinya udang-udang itu berhenti  dan menggali pasir. “Senter dimatikan, dan chek,”. Ajar Pak Paijan kepada kami, yang baru pertama kali menangkap udang.

“Sudah, ayo kita pulang,”. Ajak Pak Paijan. Cukup beberapa saat saja, kita telah mendapatkan banyak udang buat lauk, di pagi hari. –ternyata alam memang menyediakan segalanya, untuk keperluan hidup manusia, sayangnya terkadang manusia rakus, kerusakan pun tidak bisa dielakkan, akhirnya manusia sendiri yang mengalami kesulitan, karena jumlah manusia terus bertambah, sedang alat pemenuhan hidupnya terbatas-. Untuk itu, sudah menjadi kewajiban bagi kita semua, menjaga alam. Bersahabat dengan hidup, bersahabat dengan alam.

Mungkin karena kecapekkan, kami, Pak Budi dan Pak Paijan bangun kesiangan. “Kalau tidak kesiangan, tadi bisa lihat banteng atau babi hutan, yang biasa bergerombol”. Kata Pak Paijan

“Mau kemana Pak Budi,?” Tanya kami. “Mau turun dulu”! timpal Pak Budi. Pak Budi dan Pak Paijan kerja sip-sipan (kerja paruh waktu), jadi tidak mesti ada disana. Rumah keluarga Pak Budi sendiri ada di Jenggawa, walaupun sebenarnya dia asli Klaten Jawa Tengah.

Sesaat kemudian, kami pun berpamit ke Pak Paijan juga, mau langsung pulang, kita tidak berharap kemalaman dijalan, tetapi sebelum itu kami ke pantai dahulu, melanjutkan rencana kami mancing. Tetapi sayangnya kami tidak membawa umpan, kami kira kita bisa membeli umpan disana, tetapi ternyata tidak ada yang menjual. Masyarakat yang biasanya mancing, biasanya memakai umpan udang, sedang untuk mendapatkannya saat malam hari, seperti yang kami lakukan dengan Pak Paijan tadi malam. Kami tidak terpikirkan sama sekali, untuk meniyisahkan beberapa ekor untuk umpan, semuanya sudah digoreng untuk sarapan.

Jadi gagal lagi, acara mancingku, gara-gara tidak ada persiapan yang matang. Tetapi tidak apalah, semuanya telah tergantikan satu tambahan pengalaman, yang belum tentu bisa kutemui kembali. Sebab proses perjalanan hidup hanya sekali, dalam mengarungi detik-detik usiaku.[DBT]

 

Oleh: Badrul Tamam

BUDAYAKAN BUDAYA KITA

FISIP.Cukup Apresisi dengan apa yang disuguhkan oleh kawan-kawan dari UKMF Wisma Gita, gebyar seni panggung hiburan “budayakan budaya kita” yang menyajikan rangkaian pernak-penik hasil budaya anak negeri dari kebudayaan Khas Jawa Timur hingga yang luar negeri. Ervony sebagai ketua panitia menuturkan “acara ini selain bertujuan untuk membudayakan budaya kita, yang mulai tergusur budaya luar, juga untuk membekali generasi XI WIsma Gita dalam memanajemen acara” (02/04/09). Dalam format yang cukup sederhana, hanya dengan panggung yang diselimuti backdrop kain hitam, dan peralatan kebudayaan seadanya, namun sudah cukup untuk memecah kesepian malam parkiran kampus FISIP yang memang terletak di tengah-tengah kampus-kampus fakultas lain di Universitas Jember. Diawali tarian Lost Control (Tarian ala HIP-HIP), menjadi sambutan yang hangat bagi sekitar 200 penonton. Dilanjutkan penampilan grup band Sido Makmur dengan tembang betawi, menambah karakter bahwa lebudayaan kita memang plural. Setelah itu Disusul peragaan Fashion Batik, menjadikan panggung semakin hidup, alhasil riuh penonton pun bersahaut. Yang cukup fantastis, ditengah acara penonton disuguhi tarian khas Banyuwangi “Geger Jaran Dawuk”, cukup menarik seperti yang diungkapkan Ardianto, salah satu penonton “Tarian ini paling menarik, selain bagus, karena memang jarang ditampilkan dalam acara-acara seperti ini”. Ujarnya (02/04/09). Bahkan orang-orang Expired (alumni), juga tidak mau kalah, ikut nimbrung membawakan dua buah lagu, salah satunya lagu “I Fell in Love”. Luar biasa dukungannya bagi adik-adik seperjuannya. Walaupun Tidak didukung perlengkapan yang cukup, seperti konser amal dalam EF (Ekonomi Fair) yang kebetulan bareng di Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Acara hasil Olahan kawan-kawan Wisma Gita, sukses ditutup dengan acara pamungkas “Gitaborasi”, berintikan kolaborasi Tarian, Puisi dan lagu yang mengusung lagu “Anyam-Anyaman Nyaman” milik Sujiwo Tejo, yang menceritakan dua anak manusia yang kasmaran bah pasangan dewa-dewi, yang dianyam dalam ikatan dibawah kitab suci, dan disaksikan janur kuning sebagai saksi bisu. Semangat WIsma Gita, salam budaya. [dbt-red]

press release

DIALOG INTERAKTIF 

“STOP MERUSAK LINGKUNGAN”

TOPIK

“KONTROVERSI TAMBANG MANGAAN DI PACE- SILO JEMBER”

Diselenggarakan oleh: LPM PRIMA FISIP UIniversitas Jember

Di Gdg. PKM Universitas Jember.  Minggu, 19 April 2009

 

Jember yang pada awalnya merancang masterplan pembangunannya dengan orientasi agroindustri dan berbasis agraris kini menghadapi tantangan besar berupa rencana eksploitasi tambang mangaan di Pace, kecamatan Silo. Hal itu kontan menimbulkan kontroversi luas di masayarakat . Mengingat pertambangan merupakan aktivitas yang sarat dengan resiko besar berupa pengerusakan lingkungan maupun potensi terjadinya bencana.

Paling tidak poin-poin inilah yang tergambar dalam dialog interaktif tentang, “KONTROVERSI TAMBANG MANGAAN DI PACE, SILO, JEMBER’” yang digelar oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) PRIMA Fisip Universitas Jember di Gedung PKM Universitas Jember, Minggu, 19 April 2009.

Dialog tersebut menghadirkan DRS. ABD. QODIM MANEMBOJO (KETUA GNKL JEMBER), DRS. HAWARI HAMIM (ANGGOTA KOMISI B DPRD JEMBER), DAN KH. MUCHIT ARIF (PIMPINAN PONDOK AL-FALAH SILO JEMBER).

GARIS BESAR PERNYATAAN PEMBICARA (SETELAH DIRANGKUM)

 

Hawari Hamim (komisi B):

Dalam dialog itu, Hawari Hamim menyampaikan fakta menarik bahwa ternyata selama ini DPRD Jember tidak pernah diajak konsultasi sama sekali oleh Pemkab Jember. Padahal posisi DPRD harus diperhatikan kewenangannya dalam proses merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan tambang.

Lebih lanjut Hawari juga mengungkit status objek pertambangan tersebut. Menurutnya, lokasi pertambangan bukan dimiliki oleh pemerintah (pusat/daerah), maupun tanah adat masyarakat setempat, melainkan milik pribadi yang menjelma dalam wujud CV. WS . karena itu Hawari juga mengamini bahwa proses perijinan tambang mangaan Silo adalah illegal dan perlu ditinjau ulang keberadaannya.

Bahkan yang cukup radikal, Hawari juga mengusulkan agar digelar referendum rakyat Jember untuk menentukan suara masyarakat terkait status tambang tersebut. Sebab salah satu mekanisme keabsahan membuka areal tambang adalah mendapatkan izin rakyat. Karena itu prosedur mendapatkan izin rakyat dengan cara menggelar referendum.

Hawari juga mempertanyakan jarak antara masa ijin eksplorasi yang tiba-tiba masuk pada tahap eksploitasi. Karena itu Hawari mencurigai, perijinan tambang mangan itu tidak melaui tahap eksplorasi, melainkan langsung masuk pada tahap eksploitasi. Dan itu jelas melanggar peraturan tentang pertambangan.

 

Abd. Qodim (Ketua Gerakan Nasional Keselamatan Lingkungan {GNKL Jember}

Abd. Qodim mensinyalir ijin tersebut sudah mulai diproses sejak tahun 2000, tapi baru keluar resmi ijin operasi pada akhir 2007 kemarin. Namun GNKL melihat ada yang janggal dari proses perijinan tersebut. Dengan tegas GNKL menuding ada permainan (konspirasi) elite pemerintahan Jember dengan pihak investor terkait perijinan tersebut. Tendensinya adalah persoalan finansial. Sebab sudah menjadi rahasia umum, di era sekarang, para pemimpin pemerintahan (Presiden/Gubernur/Bupati) takut dengan investor. Apalagi jika dihadapkan pada fakta bahwa budget pemerintahannya deficit. Misalnya di Jember, anggaran tahun kemarin saja sudah deficit sebesar 38 M. maka tidak ada jalan lain kecuali “menggadaikan” potensi daerahnya (sumber daya alam) pada swasta untuk menutup lubang anggaran tersebut. Karenanya GNKL yakin ada konspirasi besar di balik tambang mangan di Silo itu.

Hal itu tercermin dari Proses AMDAL yang tidak procedural. Idealnya AMDAL  memiliki proses yang panjang (sekitar 100hari), atapi untuk tambang mangan ini, hal itu tidak terjadi. Karena itu GNKL yakin, yang dikantongi CV. WS itu bukan dokumen AMDAL tapi UKMKL. Sebab Setelah AMDAL mestinya harus ada uji kelayakan. Namun PEMDA tidak pernah melakukan hal tersebut.

GNKL menolak keras adanya pertambangan di Jember karena memiliki dampak perusakan lingkunagan yang besar.

Dalam hal ini Pemkab Jember (melalui DISPERINDAG) telah melakukan kecerobohan besar dengan mengeluarkan ijijn yang tidak procedural. Omong kosong belaka jika ada Statement dari  DISPERINDAG bahwa tambang tersebut sudah melalui proses AMDAL. Karena itu GNKL menyerukan pada masyarakat untuk melakukan perlawanan dengan cara menuntut Pemkab dan Juga DPRD segera mencabut ijin tersebut.

Hal lain yang juga harus diantisipasi adalah potensi konflik horizontal dalam masyarakat dengan membenturkan statement pro dan kontra yang ada di masyarakat. Hal itu terkesan sengaja dilakukan oleh pihak-pihak pro tambang demi mulisnya proses eksploitasi mangan di Silo.

 

K.H Muchid Arif

Di level basis, yang terasa memang ada upaya-upaya pemecahbelah antar warga dewngan sengaja menciptakan isu-isu yang berpotensi menciptakan konflik horizontal. Pihak pemerintahan mempropagandakan pekerjaan tambang memberikan income tersendiri. Masyarakat diberikan janji-janji seperti infrastruktur yang memadai dan pekerjaan.

Padahal tidak selamanya itu benar. Sedangkan pihak yang sudah sadar dan melakukan perlawanan justru diolok-olok.

LOMBA MADING 3D & FOTO HANDPHONE (HP)

GRAND THEME: STOP MERUSAK LINGKUNGAN

LOMBA MADING 3 D

(SMA/SEDERAJAT SE-JEMBER)

PERSYARATAN:

1. Bentuk bebas

2. Ukuran 1 X 1 meter

3. Isi sesuai dengan tema

4. Rubrik Mading:

     – Artikel (Opini, Berita dsb)

    – Karikatur

   – Puisi

   – Cerpen

   – Boleh menambahkan rubrik lainnlya yang tidak berbau dengan SARA dan pornografi

5. Tiap Sekolah maksimal mengirimkan 1 karya yang beranggotakan maksimal 5 siswa

6. Memgutamakan Kreativitas dan inovasi

7. Hasil penjurian tidak bisa diganggu gugat

8.Ada rekomendasi dari pihak sekolah

9. pendaftaran terakhir tanggal 10 April 2009 di Sekretariat UKMF LPM PRIMA FISIP Universitas Jember

10. Pengumpulan karya terakhir tanggal 14-15 April 2009 di gedung PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) Universitas  Jember

11. Pendaftaran Rp. 50.000

 

LOMBA FOTO HANDPHONE (HP)

UMUM

PERSYARATAN:

1.Karya Orisinil

2. Karya belum pernah dipublikasikan di media cetak maupun elektronik

3. Foto Sesuai dengan Tema

4. Tiap peserta maksimal mengirimkan 2 karya foto

5. Hasil penjurian tidak bisa diganggu gugat

6. penyerahan karya foto langsung melalui HP yang digunakan kepanitia

7. Pendaftaran dan penyerahan karya foto terakhir tanggal 10 April 2009 di Sekretariat          UKMF LPM PRIMA FISIP Universitas Jember

8. Sebutkan Judul karya, lokasi, tanggal dan HP yang digunakan

9. pendaftaran Rp. 10.000

 

HADIAH LOMBA:

MADING

Juara I Rp. 750.000

Juara  II Rp. 500.000

Juara III Rp. 300.000

 

HANDPHONE (HP)

Juara I Rp. 500.000

Juara II Rp. 300.000

Juara III Rp. 200.000

– Semua karya akan dipamerkan di gedung PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) Universitas Jember pada tanggal 17-18 April 2009

–  Pengumuman pemenang akan dilakukan pada acara DIALOG INTERAKTIF (STOP MERUSAK LINGKUNGAN) pada tanggal 19 April 2009  di Gedung PKM (Pusat  Kegiatan Mahasiswa)

–  Seluruh Peserta akan mendapatkan piagam penghargaan.   

 CONTACT PERSON:

– Rizky 085649640042

– Habib 085231163036

Mengaca (dari) Fulgoso

Yah, pagi ini tepatnya di jarum jam 6.51 dengan lantunan suara sheila on 7 menemani pagi ku. Ini bukan tulisan ilmiah, tetapi segores coretan tanda rindu yang telah lama pupus. Membuka-buka folder foto, melihat-lihat album yang mati nyatanya tapi tetap hidup di hati dan pikiran itu sengaja mengajak segumpal tubuh ini untuk kembali berenang ke masa lalu. Mengembalikan sebait kenangan yang lalu ke hari ini. Diantara deretan manusia berpose dengan uletnya, ada dia yang mengintip. Tak luput menemani beberapa pose penghuni folder foto itu. Ini sudah tak asing bagi yang mengenalnya. “Fulgoso”. Bukan nama makanan, orang, ataupun merek terkenal melainkan merek lokal yang diberi pemiliknya. Sebuah nama untuk sepeda motor tua tapi justru teman setia.
Dia hidup tetapi tak bernyawa. Dengan seliter bensin eceran (minimalnya), tentukan rencanamu dan tujuanmu dia akan siap untuk kamu jalankan. Dia akan siap menemani mu seharian. Dia seperti generator kekuatannya, besar semangat. Jika dia manusia pastinya semangatnya tidak perna padam dan bergerak bebas. Lari dan lari. Kejar dan kejar. Terjang dan terjang. Itulah visi dan misi nya. Sayangnya dia bukan manusia. Kalaupun manusia dia pasti sudah menempeleng orang-orang yang perna menungganginya satu-satu, karena kalau bahasa seorang kawan “wes dipulosoro” (sudah disengsarakan). Disuruh menuruti kemauan mereka yang menungganginya, tanpa perna sedikit membantah. Hanya mungkin ngambek tiba-tiba (mogok).
Fulgoso, sedikit mengingat-ingat lagi arti namanya. Bersal dari kata Full, Go dan So bukan dari pemilikna. Full, yang artinya penuh, Go, pergi dan So, jadi. Intinya, dia siap pergi dengan kekuatan penuh sapapun rajanya yang mengendalikannya. Ibarat sebuah wadah(baca:organisasi) dengan struktur sederhana yang hanya ada pimpinan dan timnya. Ketika pemimpinnya dengan amunisi semangat penuh kemanapun dia bergerak, anggota timnya otomatis akan terjangkit semangat membara juga. Seperti yang dikatakan Chris Lowney dalam bukunya Heroic Leadership “setiap orang tahu bahwa organisasi, tentara, tim olah raga dan perusahaan akan menghasilkan kinerja paling baik yaitu ketika mereka mendapat semangat dengan bekerja bersama dan untuk kolega yang menghargai, mempercayai dan mendukung mereka. Kelompok-kelompok diikat dengan kesetiaan dan afeksi(cinta-kasih) dan sikap saling mendukung.” Meskipun juga semangat memimpin tidak habis di pucuk pimpinan, tetapi diri kita pun juga termasuk pemimpin entah itu disadari atau tidak oleh kita. Tombol motivasi hanya ada di dalam diri kita.
Kesadaran diri merupakan kunci untuk “berhasil hidup dengan satu kaki terangkat”. Seorang pemimpin harus membebaskan diri dari kebiasaan-kebiasaan, prasangka-prasangka, preferensi-preferensi budaya yang tertanam amat dalam, dan sikap “kita selalu menempuh cara ini” (dalam Crish Lowney). Melawan ketakutan adalah gerbang pembuka menuju langka ke depan. Ini sekedar kaca dari sebuah benda tak bernyawa “fulgoso” yang kemudian dipantulkan dalam kehidupan. Hari ini ada karena kemarin, esok ada karena hari ini. Masa lalu ada karena masa sekarang, masa mendatang ada karena ada masa lalu dan sekarang. Benang merah yang sengaja digoreskan dalam lembar kecil ini untuk menyapa pagi di hari ini. Selamat melewati hari(mu) kawan.
_08072011_

Mahasiswa Tolak Diskriminasi Pendidikan

Jumat, 6 agustus 2010 aliansi BEM Mahasiswa Universitas Jember (ABSU) melakukan aksi menuntut perpanjangan jangka waktu pembayaran biaya registrasi bagi calon mahasiswa yang lolos SNMPTN namun tidak mampu melunasi biaya registrasi. Pembantu rektor satu selaku pimpinan tertinggi dalam bidang akademik sampai berita ini diturunkan belum bisa ditemui tanpa alasan yang jelas. Pula, puluhan mahasiswa masih bertahan di depan gedung rektorat universitas Jember untuk menunggu kejelasan tuntutan yang diajukan.

Keterangan dari pihak rektorat hanya bisa diwakilkan oleh pihak humas dengan memberikan jangka waktu pembayaran seperti yang telah ditetapkan semula yakni 13 Agustus 2010. “Saya jaminannya kalau sampai tanggal tersebut mahasiswa yang tidak dapat membayar registrasi, langsung akan saya dampingi ke Pembantu Rektor I agar diberi kebijakan perpanjangan lagi” tutut Bambang Winarno selaku biro akademik Universitas Jember dengan pengawalan ketat dari satpam.

Aksi ini adalah aksi lanjutn pasca aksi yang sama dilakukan pada rabu, 4 Agustus 2010 dengan meminta tuntutan yang sama atas Ainun Najib yang tidak mampu membayar biaya registrasi padahal segala ketentuan telah terpenuhi. Dengan berbagai pembicaraan yang alot, akhirnya calon mahasiswa baru tersebut dibantu lewat uang pribadi Pembantu Rektor I. “Saya akan membantu dengan uang pribadi, yang nanti akan dilunasi MABA tersebut dengan jangka waktu 3-6 bulan sesuai kemampuan” jelas Agus Subekti, Pembantu Rektor I setelah ditemui koordinator ABSU Azka dari BEM ekonomi.

Kebijakan tersebut ternyata tidak berlaku bagi mahasiswa miskin lainnya, syarat-syarat pengajuan yang telah diberikan hanya diberi batas waktu pelunasan sampai tanggal 13 Agustus. Ketidakkonsistenan pihak universitas inilah yang membuat ABSU kembali melakukan aksi dengan tuntutan pelegal formalan kebijakan keringanan biaya dan atau kelonggaran waktu pembayaran yang cukup kepada calon mahasiswa baru  yang tidak mampu melunasi biaya registrasi.

Empat anak menjadi bukti tuntutan mereka. Yuyun wahyuni yang diterima di fakultas sastra Inggris, Rois yang berhasil masuk di FISIP, serta M. Izzudin dan Elok yang masing-masing diterima di Fakultas Teknologi Pertanian dan PGSD. Dua dari keempat mahasiswa baru tersebut berasal dari Jember.

Keempat mahasiswa baru tersebut belum mampu melunasi biaya registrasi. Namun, pihak rektorat tetap saja bersikukuh dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan. Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanda-tanda Pembantu Rektor I akan hadir menemui mahasiswa.[rizqi]

Golongan mahasiswa

Aktivis

Akademis

Hedonis, katanya

Tiga konsepsi mahasisswa

Tiga tingkah lakumanusia dengan titel tak senama

Tiga pemilahan perilaku tanah liat bernyawa

Ketiganya dipilah, digolong dengan ciri dan indikasi berbeda

Ketiganya dipisah dalam komunitas

Nada pengucapannya pun ekstrim beranonim

Kenapa begitu?

Kenapa dibeda?

Mengapa?

Berbeda itu fitrah, katanya

Tak sama itu anugerah, bilangnya

Trus?

Sepertinya ada ketakutan di dalamnya

Dominasi salah satu?

Kematian salah dua?

Entahlah…

Hari ini sepertinya ada ketakutan

yang sepertinya tertutup apology

malam ini sepertinya ada keinginan

bukan untuk melawan tapi membilang

Entahlah…

kupikir bisa melengkapi

kusangka bisa menjembatani

tapi ternyata…

justru aku melangkahi…

Rizqillah(Jember, 24 januari 2010)

DISANA ADA YANG RAKUS

Disana ada yang rakus

Dimatanya ada api

Air matanya sudah kering

Haru tak mau bersahabat dengannya

 

Mulutnya keluar ular

Kadang berbusa

Bersama muntuknya racun

 

Ada juga yang menjadi burung,

Berkicau, jangkrik mengerik

Sundal nyanyiannya

 

Disana juga,

Ada yang ingin menjadi nabi

Umatnya dijanjikan surga

Digiring, lalu dicambuki

 

Bapak dan ibunya pujangga

Setiap hari membuat pantun

Buat dihapalkan anaknya

 

Anaknya tolol-tolol

Selalu minta dicerita

Sedang bapak dan ibunya pembohong

Membohongi dirinya sendiri

Membohongi zaman

 

Disana ada yang rakus

Dimatanya ada api

Air matanya sudah kering

Haru tak mau bersahabat dengannya

 

Sajak Alam, 10 November 2009

 

 

Sebungkus nasionalisme dalam punk in love

“Cinta memang segalanya”. Karena cinta, seringkali membuat orang melakukan apapun, bahkan melakukan hal-hal yang tidak lumrah. Karena cinta, para gerilyawan revolusi negeri, sebatas bersenjata pucuk bambu runcing, berani melawan bedil belanda. Diotak-atik, jelas tidak matuk. Untuk menemukan apa alasan rasional, yang meyang saat ini mungkin terbilang konyol. Tetapi itulah adanya, semua ada begitu saja. Cinta…cinta…kau bisa-bisa saja!

Begitu pula dalam film (Punk In Love) . bagaimana Vino G. Bastian yang memainkan tokoh Arok, nekad pergi dari malang ke jakarta, hanya berbekal uang Rp. 27.000. apalagi uang itu, harus dibagi dengan tiga temannya. Andhika motivasi manusia melakukan hal Pratama (You), Aulia Sarah (Al), Yogi Finanda (Mouo). Semua itu dilakukan Vino, hanya untuk mendapatkan cinta Girindra Kara (Maia). Yang awalnya terajut, ketika Kara singgah di Malang. Sebagai sesama punkers.

Vino Dkk. Melakukan perjalanannya dengan ‘nebeng’ kendaraan apa saja yang mereka temui. Bahkan rela nebeng mobil jenazah, yang sedikit membuat mereka ketakutan. Dari kendaraan satu ke kendaraan yang lain, mereka lalui bersama walaupun harus salah arah, maunya ke Jakarta tetapi tersesat ke Bromo, karena truk yang mereka tumpangi ternyata sama, warna merah. Satunya ke Bromo satunya ke Jawa Tengah.

Dalam film yang berdurasi 98 menit itu, kita bisa mendapati satu sisi cerita menarik dari seorang punkers, dibalik dandanan mereka yang khas, rambut jabrik, tatto, tindik, yang sering membuat mereka terkucil dari pergaulan masyarakat, karena dianggap keluar dari pakem (mainstreem) masyarakat. Terlekat satu sisi kemanusiaan yang luar biasa hebatnya. Kuatnya solidaritas sesama punkers, sebenarnya patut menjadi bahan percontohan.

Bahkan film ini, juga menyindir habis, beberapa aturan main kemasyarakatan di negeri ini. Bagaimana ketika You sekarat karena luka kakinya, infeksi dan terserang Titanus, rumah sakit tidak mau menerima mereka. Dan seperti kenyataan dalam film itu, bisa dengan mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, ketika seseorang tidak mampu secara materi, maka jangan berharap dia akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Kesehatan di negeri kita sangat mahal. Dan benar yang diungkapkan Eko Prasetyo dalam bukunya “Orang Miskin Dilarang Sakit”.

Film garapan Ody C. Harahap itu, cukup memberikan nuansa baru dalam perfilman Indonesia, yang terlihat monoton. Terutama dalam penggunaan bahasa, kalau biasanya bahasa-bahasa yang digunakan, adalah bahasa indonesia versi betawi (loe-loe, Gue-Gue). Bahasa Jawa ‘ngoko’ bahkan umpatan seperti Jancok, raimu, Matamu. Yang kental dari wilayah jawa timur, hampir sepenuhnya di pakai. Mungkin bagi yang kurang faham dengan bahasa Jawa, perlu melihat terjemahan untuk menikmati film ini.

Tidak cukup itu, film yang menggambarkan kehidupan anak-anak punk itu, nampaknya mencoba memberikan penjelasan kepada khayalak, tentang keberadaan Punkers dimasyarakat. Apa sebenarnya Punk, mulai dari slogan punk “anti kemapanan”, yang dalam film itu diartikan, bahwa yang dinamakan anti kemapanan adalah “aturan hidup dimasyarakat, tidak bergantung pada orang lain, bebas mengatur diri sendiri dengan cara sendiri”. Mengingatkan kita dengan konsep Presiden Soerkarno, berdikari (berdiri diatas kaki sendiri), tidak bergantung dengan negara-negara lain, dalam upaya pembangunan negara. Apalagi dengan penumpukkan utang luar negeri.

Mungkin film ini cukup nikmat bila ditonton bersama-sama. Dengan secangkir kopi, Mungkin bisa menemukan satu referensi, dalam memaknai hakekat keberadaan kita sebagai manusia. Dan sebagai anak negeri.[]

KAMPUS KITA MAKIN SEKSI

 

Ternyata tidak hanya para mahasiswi yang berhasrat mempercantik paras dan tubuhnya agar terlihat secantik dan seseksi Luna Maya. Bahkan UNEJ juga turut mempercantik “parasnya” dan memperindah “tubuhnya” agar semakin seksi. Hal ini dapat kita lihat ketika masuk ke dalam kampus UNEJ. Berbagai pembangunan seperti pembuatan trotoar, pelebaran jalan UNEJ, renovasi gedung, pembuatan taman dan sebagaianya sedang dilakukan. Hampir setiap fakultas juga melakukan pembangunan fisik dan sarana infrastruktur lainnya.

Tidak ketinggalan pula dengan kampus kita tercinta, FISIP. Kini FISIP memiliki area parkir baru untuk mahasiswa, yang semula berada di belakang sekarang berada di depan. Lahan yang semula terhampar rumput dan alang-alang kini berubah menjadi tempat parkir mahasiswa FISIP. Menurut informasi yang berhasil diperoleh dari wawancara terhadap Pembantu Dekan II (PD II), Drs. H. Rudy Eko Pramono, M.Si (05/11/09), relokasi area parkir FISIP tersebut sebenarnya sudah lama dirancang. “ Rencana untuk membangun area parkir sebenarnya sudah direncanakan sejak empat tahun yang lalu”, ungkapnya.

Namun mengapa baru terealisasi pada tahun 2009? Lebih lanjut PD II mengatakan ,” Alasan mengapa area parkir trsebut baru bisa dibangun adalah karena semua itu perlu persetujuan dari pihak Rektorat. Pihak Rektoratlah yang mengatur semua dana pembangunan Fakultas. FISIP telah mengajukan beberapa tahun yang lalu, namun karena prosedur yang rumit dan lama maka akhirnya baru disetujui tahun 2009 sekarang. Fakultas hanya menjalankan kebijakan yang telah ditentukan oleh Pusat (Rektorat.red)”, tegasnya. Mungkin pihak pusat menginginkan pembangunan serempak di lingkungan UNEJ sehingga dana untuk pembangunan di lingkungan fakultas yang sudah diajukan beberapa tahun yang lalu baru diberikan sekarang.

Sebenarnya ada beberapa alasan pemindahan area parkir mahasiswa di depan FISIP. Beliau menjelaskan, “ Ada alasan yang perlu diketahui mengapa tempat parkir untuk mahasiswa dipindahkan. Pertama, karena faktor keamanan yang kurang terjamin; kedua karena kegiatan kampus tidak tampak dari luar apabila parkiran diletakkan di belakang, kampus seakan terlihat sepi; dan yang ketiga agar tidak mengganggu aktivitas belajar mahasiswa di dalam kelas. Apabila tempat parkir diletakkan di belakang maka suara bising kendaraan yang keluar masuk akan mengganggu konsentrasi kegiatan perkuliahan yang sedang berlangsung, oleh karena itu area parkir dipindahkan di depan.”

Jika melihat area parkir di belakang memang terlihat begitu sesak sehingga banyak mahasiswa yang meletakkan kendaraannya di luar area parkir. Selain itu pengawasan terpantau dengan baik. Akibatnya ada mahasiswa FISIP yang kehilangan sepeda motor. Beberapa waktu yang lalu, sepeda motor milik salah seorang mahasiswa FISIP raib karena dicuri orang di tempat parkir.  Akibat dari peristiwa tersebut, pihak fakultas melarang mahasiswa untuk memarkir kendaraannya di luar agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali. Oleh karena itu pihak FISIP memutuskan untuk segera memindahkan lahan parkir di depan pada awal November ini.

Meskipun kebijakan relokasi area parkir FISIP menuai pro dan kontra di kalangan mahasiswa namun hal itu sebenarnya dilakukan demi kepentingan keamanan bersama. Lalu untuk apa area parkir yang lama? “ Lahan parkir yang lama kemungkinan akan dibangun café, dan mengenai sekret UKM yang kemungkinan juga akan direlokasi masih belum diputuskan akan ditempatkan dimana nanti, yang jelas masih dalam lingkungan FISIP,” ungkapnya.

Besarnya dana yang dipakai untuk membangun area parkir yang baru, PD II tidak bisa menyebutkan nominalnya. “ Wah, Saya tidak tahu masalah dana yang digunakan untuk membangun area parkir FISIP yang baru tersebut karena semua itu yang mengatur adalah pihak Rektorat,”jelas PD II.

Memang ada beberapa rencana pembangunan sarana infrastuktur yang akan dilakukan FISIP ke depannya. Selain pembangunan area parkir yang baru dilakukan ini, menurut penuturan PD II , FISIP juga akan membangun lapangan basket yang rencananya akan ditempatkan di belakang pojok BEJ bersebelahan dengan Wall Climbing. Sementara itu kemungkinan lahan kosong di sebelah kantor Ilmu Administrasi dan Perpajakan akan dibangun ruang kelas baru. Sayangnya hal itu belum dapat dipastikan waktu rencana itu akan direalisasikan sebab dana yang dibutuhkan juga pasti sangat besar.

Apapun pembangunan yang akan dilakukan oleh FISIP ke depannya baik fisik maupun non fisik, semoga akan membawa nilai positif dan memberi manfaat yang besar pula bagi perkembangan FISIP selanjutnya []

 

Dipersimpangan Jalan, Aku Berangan

Aku seorang anak yang sedang belajar mengais nikmat dikala waktuku masih panjang terbentang di depan. Ibuku seorang wanita yang tergambar hampir mirip dengan lagu Iwan Fals, ” ribuan kilo jarak yang kau tempuh lewati rintangan demi aku anakmu…”. Bapakku juga senada dengan lantun nada sang maestro (Ebit G. Ade) “ayah… dalam hening sepi ku rindu, untuk menuai padi milik kita…” dan denyutku saat ini terangkum dalam bait nada “tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan, anakmu sekarang banyak menanggung beban….”.

Secercah harap saat ini masih ingin ku rengkuh, betapa tidak, saat ini aku adalah seorang mahasiswa, sebut saja begitu. Status yang tidak lagi terdengar ‘seksi’ di abad ini. Ya, mahasiswa dengan segudang harap dari negeri lahirnya memanggul sekian tangung jawab serta cita yang kadang tak tahu kenapa. Kenapa aku menjadi mahasiswa, kenapa aku masih berada dalam hiruk pikuk kehidupan yang sering membawaku dalam persimpangan jalan? Absurd orang ekstrimis menyebutnya.

Ibuku ajari aku bagaimana kesabaran berbuah manis, bapakku ajari aku bagaimana semangat itu diperthaankan, begitu juga bagaimana mampu mempertahankan aspek yang lain. Pekerjaanku setiap hari adalah berpikir, dan terus berpikir, bukan bertindak dan terus bertindak seperti apa yang diinginkan sang empunya darahku.

Dulu bapakku pernah bercerita, untuk pintar tak selalu sekolah. Untuk kaya tak usah meminta, untuk bertahan tak boleh menahan. Untuk teliti tak mesti meneliti. Sejenak aku berpikir bagaimana aku harus melakukannya dalam satu waktu. Namun, setelah berulang kali kulalui, ‘sejenak’ itupun lenyap tertindas nyata dunia.

Dilain waktu, ibuku berkata lagi, “anakku harus mampu membantu, tak hanya berpangku, mengindahkan lagu yang perlahan sendu”.

Sedangkan aku, masih terdiam berlalu dengan segudang rindu timangan tempo dulu.

Zaman berganti masa, berujung pinta yang tak lagi merasa. Ya. Pinta, bertolak belakang dengan wejangan bapakku tentang apa itu meminta pinta. Tak terasa seperti terus berpangku seperti anonim kata ibuku.

Dalam duniaku kini seolah buku tak lagi mampu menjawab haus ingin penuhi cita-cita masa itu. Kuliahku yang duduk, diam kemudian berendam, seperti meng—iyakan kata bapakku, untuk pintar tak selalu sekolah. Dalam inginya yang tersurat itu seakan ilmu tak hanya di lumbung pak guru yang saat ini tak lagi digugu lan ditiru, bahkan dosen yang hanya duduk dan mengasih absen tak ubahnya dukun yang duduk dengan tekun. Namun semuanya adalah sedang bertahan dengan menahan, yang berarti mereka tak akan mampu bertahan. Seperti kata bapakku yang akhirnya membuatku sedikit tahu, bertahan tak boleh menahan.

Aku selalu ingin membantu tanpa berpangku. Seperti kata ibuku, seseorang yang belum pernah mengecap kata mahasiswa untuk dirinya, seperti sudah tahu isi tridharma perguruanku. Jelang subuh sudah mengusap raup wajah dengan teduh, jelang dhuhur sudah menghela keringat penuh semangat. Selepas ashar mulai berdendang dengan alunan penyemat kasih. Ibuku memang selalu membantu, dirinya, diriku dan diri-diri yang lain.

Aku, semacam tak tahu apa itu membantu. Entah karna mata kuliahku yang kerap mengelu-elukan perdamaiam pasca peperangan, ataukah  karna sekelilingku yang bias akan kata itu. Entahlah!!!

Kembali aku beradu dengan rupa alam yang mengajariku tentang kuasa beserta kekuasaan. Menilik lebih jauh apa itu belajar dan pelajaran. Mengamati  lebih dekat bagaimana dan kapan ini akan ‘mangkat’.

Nafasku mulai tersengal ketika nasi tinggal sepenggal. Namun bapakku selalu bilang Sang Hyang Widi mesti maringi. Aku dengan sebutan mahasiswa belum bisa atau bisa dibilang tak mau bisa karena selalu logika bermain dalam kata.

Sebuah cecar tiba saat pendidikan itu tak mampu mengubahku manjadi manusia seperti idaman ibuku, bahkan bapakku. tak dapat apa itu pendidikan, tak tahu apa itu meneliti, tak sanggup membantu dan mengabdi. Dua orang yang aku kasihi ini faham betul makna pendidik dan pendidikan, arti meneliti dan peneliti, kaidah membantu serta mengabdi.

Dan aku, sekali lagi, hanya mengangguk tanpa tahu pasti.

Sekian hari dan waktu ku sematkan dalam benakku. Sejalan dengan alunan lagu  syahdu mendayu “tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan, anakmu sekarang banyak menanggung beban….”.

 Oleh: Rizqillah